Verba Volant, Scripta Manent

From my bestie

Sahabatku pernah menulis ini dalam suratnya, “Verba Volant, Scripta Manent”, kalimat asing yang dikutip dari buku. Ternyata maknanya ini, “Kata-kata akan melayang pergi, sementara tulisan tinggal menetap”. Tulisan tinggal menetap. Apa iya? Ternyata memang iya. Tulisan yang saya posting hari ini akan menetap sebagai jejak digital. Mungkin 1 tahun ke depan, 5 tahun ke depan, bahkan mungkin lebih lama dari itu. Begitu pula dengan tulisan tangan. Allahu a’lam
Bagaimana kalau tulisannya jelek? Bagaimana kalau tulisannya kontroversial (bisa mancing emosi orang)? Bagaimana kalau tidak sengaja menyakiti hati orang? Bagaimana kalau ternyata saya tidak sebaik apa yang saya tulis? Pertanyaan-pertanyaan ini nyaris mengurung segenap niat saya untuk menulis. Wajar sih, salah dalam memilah kata sangat beresiko membuat orang enggan pada kita. Mungkin ingat peribahasa, “Karena nila setitik, rusak susu sebelanga”. 

Perlahan-lahan saya mulai menemukan jawaban. Seperti sedang terjadi drama monolog dalam batin saya:

A: Jadi tetap mau menulis?

B: Insyaa Allah, tetap mau.

A: Bagaimana kalau tulisannya jelek?

B: Bukan masalah. Semua butuh proses, kupu-kupu saja yang tampilannya se-indah itu tidak langsung jadi. Butuh metamorfosis, butuh waktu. Learning by doing. 

A: Bagaimana kalau tulisannya kontroversial?

B: Pro-kontra pasti ada dalam hidup ini. Mesti ingat baik-baik kalau kita ini bangsa yang bhinneka, beda pola pikir, beda budaya, beda selera. Jadi wajar kan ya. Yang pasti, berusaha sampaikan yang baik-baik saja. Jangan sengaja pancing kontroversi, pikir baik-baik sebelum posting.    

A: Bagaimana kalau tidak sengaja menyakiti hati orang?

B: Kembalikan pada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Sebab Allah yang memegang hati manusia, juga Allah yang mampu membolak-balikkan hati manusia. 

A: Bagaimana kalau suatu saat saya tidak sebaik apa yang saya tulis?

B: Maka jadikanlah tulisan ini sebagai reminder, sebagai pengingat. Bisa juga sebagai penggaris, jika saja sewaktu-waktu kamu mulai keluar garis.

Bismillah.. Mulai nulis lagi. Jujur saya lebih nyaman mengutarakan isi hati lewat tulisan dibanding harus berbicara langsung. Butuh waktu lama untuk menerjemahkan emosi saya saat bicara. Seringkali speechless. Apalagi jika sudah terbawa suasana. Saya bukan tipikal orang yang kalau marah bisa langsung bilang saya-marah-dan-kamu-salahnya-ini-sampai-saya-marah. Seringkali juga saya ngomongnya A, orang lain tangkapnya B. Ada yang bilang, cara bicara saya terlalu kaku. Tapi mau gimana ya, mungkin sudah jadi tabiat saya. Atau mungkin hanya butuh pembiasaan, biar ke depannya bisa lebih luwes saat bicara. 

Overall, sebaik apapun tulisan kita, se-apik apapun kita merangkainya, pasti ada blind spot-nya. Ada-ada saja cela-nya. Hanya Allah Subhanahu wa Ta’ala Yang Maha Benar. Jadi jika kamu membaca tulisan saya, lantas ada yang keliru atau tidak pantas diucapkan, dengan senang hati mohon dikoreksi😊

Oh iya berikut ini bonus foto cuplikan surat sahabat saya yang menjadi inspirasi untuk kembali menulis. Memang benar yang dia katakan, tulisan akan jadi kenangan, tulisan bisa jadi ingatan untuk saling mendoakan.  
Izin koreksi sedikit yaa ukh, “Scipta panent => Scripta manent”. Terima kasih sudah menjadi inspirasi bagi saya, semoga dirimu selalu dalam lindungan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Uhibbukifillah, AF..

Comments

Popular posts from this blog

Adik Kembar

Hey, I'm Back

De-haviour^^